Archive for the ‘Berita Umum’ Category

Masyarakat Boven Digoel Mulai Bergairah Tanam Karet

Tuesday, June 18th, 2013

Stabilnya harga karet asap lembaran pada kisaran Rp 20.000-Rp 25.000 per kilogram membuat warga Boven Digoel, Papua, bergairah menanam karet. Mereka bersiap membuka lahan-lahan baru untuk menanam ribuan bibit karet.

Di Distrik Mandobo, Boven Digoel, misalnya, masyarakat setempat tengah bersiap membuka 22 hektar hutan alam untuk dijadikan kebun karet. Barnabas Gembenop (31), Ketua Kelompok Tani Karet Kampung Mawan, Distrik Mandobo, Jumat (23/9), mengatakan, masyarakat Kampung Mawan sudah sepakat memanfaatkan 22 hektar tanah ulayat untuk kebun karet yang akan digarap dua kelompok.

Untuk membuka lahan, mereka mendapat bantuan dana sebesar Rp 69 juta dari program Rencana Strategi Pembangunan Kampung (Respek) Provinsi Papua. Adapun untuk bibit disiapkan secara swadaya dan dari bantuan Pemkab Boven Digoel.

”Harga karet terus membaik. Dulu pada tahun 2007 harganya Rp 11.000 per kg, kami tidak mau sadap, tetapi kini harga sudah naik mencapai Rp 20.000. Harga ini cukup bagus. Jualnya juga mudah karena ada penampung,” ucap Barnabas yang memiliki 75 pohon karet di kebunnya. Di Distrik Jair harga karet menembus Rp 25.000 per kilogram. (more…)

Sejarah Boven Digoel

Saturday, June 8th, 2013

Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, Kabupaten Boven Digoel dikenal dengan sebutan Digul Atas, dan merupakan tempat pengasingan tokoh-tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia. Digul Atas terletak di tepi Sungai Digul Hilir.

Kamp Boven Digoel dipersiapkan dengan tergesa-gesa oleh Pemerintah Hindia Belanda untuk menampung tawanan Pemberontakan PKI tahun 1926. Selanjutnya Boven Digul digunakan sebagai tempat pembuangan pergerakan nasional dengan jumlah tawanan tercatat 1.308 orang. Di antara tokoh-tokoh pergerakan yang pernah dibuang ke sana antara lain Mohammad Hatta, Sutan Syahrir, Sayuti Melik, Marco Kartodikromo, Chalid Salim, Lie Eng Hok, Muchtar Lutfi, dan Ilyas Ya’kub.

Daerah seluas 10.000 hektar itu berawa-rawa, berhutan lebat, dan sama sekali terasing. Satu-satunya akses menuju kamp tersebut ialah menggunakan kapal motor melalui Sungai Digul. Di sepanjang tepian sungai berdiam berbagai suku yang masih primitif. Karena sarana kesehatan tidak ada, penyakit menular sering berjangkit, seperti penyakit malaria yang membawa banyak korban. (more…)